lipunaratif.com
Stories

Musim-musim Pulang: Sebuah Arsip Palsu untuk Musim Nike yang Dirindukan

Di dalam satu ruangan yang temaram dan kedap, pengunjung dipertontonkan slide-slide foto analog sederhana dengan objek nelayan, laut, perahu, ikan nike, dan lanskap. Teriakan nelayan, angin, dan ombak menjadi latar suara ketika satu per satu foto berganti. Kita diajak tidak hanya melihat lebih dekat, tapi juga lebih intim memaknai musim ikan nike yang dirindukan.

“Musim-musim Pulang” karya Annisa Faradila adalah salah satu karya dengan konsep yang cukup unik di pameran Sangkut Paut MTN Lab 2025 Residensi Gorontalo. Ia menawarkan arsip palsu untuk memaknai dan merayakan musim nike yang datang dan pergi pada waktu-waktu tertentu.

Dia bercerita, ide awal muncul selama mengikuti kegiatan residensi. Bermula dari sepiring makanan. Saat makan ikan nike lagi setelah sekian lama, dia kepincut untuk menjadikan itu konsep utama karyanya. Sebagai orang yang lahir dan besar di Palu, Sulawesi Tengah, dia sebenarnya sudah tidak asing dengan ikan nike. Sebab di Palu, nike juga menjadi bahan olahan yang cukup banyak ditemui, dan penyebutannya duwo sama seperti di Gorontalo.

Dalam risetnya, perempuan yang biasa disapa Afa ini menemukan bahwa ikan nike ternyata hanya muncul beberapa bulan sekali dan sulit diprediksi kedatangannya. Atas dasar itulah, ikan nike sering juga disebut sebagai ikan kerinduan oleh masyarakat Gorontalo. Tapi secara personal, Afa juga ingin menghubungkan ide ini dengan penuntasan kerinduan yang untuk pertama kalinya pulang ke Sulawesi, setelah beberapa tahun menyelesaikan kuliah di Bandung. 

“Banyak informasi (tentang ikan nike) yang hanya diketahui oleh beberapa warga lokal. Saya rasa memang penting nantinya narasi ini untuk dikembangkan,” katanya.

Selama beberapa hari Afa mendatangi pesisir pantai Leato, Kota Gorontalo yang memang menjadi spot bagi nelayan khusus nike. Di sana, dia bertemu orang-orang dan panorama penghujung musim nike. Dengan kamera analog 35 mm dia menangkap momen-momen seperti mata orang biasa, mengesampingkan komposisi dan teknik baku.

“Kita tidak selalu melihat sesuatu secara presisi. Saya lebih menekankan perasaan ketika menonton daripada komposisi. Saya rasa gambar indah terlalu multitafsir, saya ingin mendekatkan isunya,” terang Afa.

Setelah memotret, selanjutnya secara manual (hand-process) diubah menjadi positif (reversal). Ini, menurut Afa, sebagai cara untuk menyelami ritme penantian, persiapan, serta kepulangan dalam menunggu musim ikan Nike kembali.

Total ada 36 foto hasil kurasi yang ditampilkan Afa. Secara sederhana, pengunjung diajak untuk melihat bagaimana aktivitas di ujung rantai pasok ikan nike. Tapi dengan nuansa analog, foto-foto itu menjelma jadi cerita kuat. Sebagai seorang filmmaker, Afa memang ingin konsisten menggunakan kamera analog. Menurutnya, meskipun digital menawarkan kepraktisan, analog adalah sebenar-benarnya film dengan segala proses rumitnya.

Sejak akhir 2023, Afa memang memfokuskan diri mendalami praktik berbasis pada medium seluloid yang mendekat pada metode gambar bergerak, khususnya melalui pendekatan eksperimental dan lintas media. Dalam karya ini, pendalaman konteks melalui praktik yang dia gunakan merupakan upaya dia dalam menempatkan pengalaman tubuh material yang dapat menghadirkan ingatan di masa lampau, dengan menghadirkan film slide sebagai arsip palsu yang sifatnya rapuh sekaligus puitis.

“Film digital bisa hilang. Termasuk cerita-cerita soal ikan nike, makanya harus bikin arsip terus, termasuk arsip palsu ini,” ujar Afa.

Selama melakukan proses pembuatan karya, Afa mengaku banyak melakukan perenungan. Tentang bagaimana dia merasa menjadi asing di tanah sendiri. Karya ini benar-benar membawa dirinya memaknai lebih kata pulang.

Related posts

Menikmati Ramona Melancholic, Band Folk dari Pohuwato

Defri

Koalisi Anti Kekerasan dan Keluarga Korban Datangi Polres Bone Bolango, Pertanyakan Proses Hukum Kematian MJ

Redaksi

Dari Donasi untuk Operasi Rafli

Defri

1 comment

Leave a Comment